Senin, 10 Desember 2012

ayat-ayat dasar ekonomi



AYAT-AYAT EKONOMO
(DASAR EKONOMI ISLAM)
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG MASALAH
Sejak Manusia dilahirkan dan bergaul, tumbuhlah suatu masalah yang harus dipecahkan bersama-sama, yaitu setiap manusia memenuhi kebutuhan hidup mereka masing-masing? Karena kebutuhan hidup seseorang tidak mengkin dapat dipenuhi oleh dirinya sendiri. Makin luas pergaulan mereka bertambah kuatlah ketergantungan antara satu sama lain untuk memnuhi kebutuhan itu.[1]
Kebutuhan hidup membuat manusia disebut sebagai pelaku ekonomi, berkembang manusia menjadi banyak populasi dan tersebar di berbagai belahan dunia membuat ekonomi semakin berkembang. Teori tentang bagaimana cara manusia memenuhi kebutuhan hidupnya menjadi suatu disiplin ilmu, kemudian ilmu berkembang dari paham-paham pakar ekonomi terdahulu seperti kapitalis, komunis,  dan sosialis,  namun teori-teori dari beberapa aliran ini memiliki banyak kekurangan untuk diterpakan dalam perekenomian manusia.
Turunya agama Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad Saw, agama tauhid dari Allah Swt yang mengatur segal aspek kehidupan manusia, termasuk aspek ekonomi. Seiring dengan lahirnya agama Islam, maka lahirlah teori ekonomi baru yang langsung dipraktekan oleh Rasulullah Saw yaitu Ekonomi Islam, ekonomi yang berbasis pada prinsip ketuhanan. Hingga saat ini agama islam berkembang dan memiliki banyak penganut yang disebut sebagai kaum muslimin.
Hadirnya ekomi islam bagi kaum mulsimin merupakan anugerah yang sangat besar dari Allah Swt, dimana selama ini ummat manusia menganut aliran ekonomi yang tidak adil seperti aliran kapitalis. Namun demikian haingga saat ini aliran kapitalis masih di terpakan dibeberapa negara di Dunia, demikian aliran ekonomi soialis. Bagi kaum muslimin penting bagi kita untuk membedakan mana yang syariah dan mana yang konvesional dalam ekonomi, untuk itu kita harus berpegangan pada prinsip dasar ekonomi Islam yaitu berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits yang merupakan kitab sucinya kaum muslimin. Ada beberpa ayat dari al-Qur’an mengenai prinsip-prinsip dasar ekonomi, tidak hanya prinsip dasar ekonomi Islam aspek ekonomi lain seperti menciptakan kesejahteraan agama dan sosialis, kewajiban manusia bekerja dan mengakui kepemilikan individual. Semua ayat-ayat mengenai aspek tersebut akan di bahas dalam makalah ini.
B.       Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana keterangan al-Qur’an Surah AL-Miadah (5) ayat 2 yang Merangkan tentang Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi, menciptakan kesejahteraan agama dan sosial?
2.      Bagaimana ayat-ayat Al-Qur’an menerangkan kewajiban manusia bekerja, menghindari pengangguran, dan mengakui kepemilikan pribadi?
C.       Manfaat Penulisan
Diharapkan penulisan makalah ini bermanfaat untuk lebih memahami dan mengerti ayat-ayat Al-Qur’an dalam aspek ekonomi, sehingga bisa diterapakan dan disosialisasikan dimasyarakat. Disamping penulisan makalah diharapkan dapat memenuhi tugas perkuliahan prespektif Al-Qur’an dan Hadits tentang ekonomi.











BAB II
PEMABAHASAN


A.      Ayat Tentang Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi, Menciptakan Kesejahteraan Agama dan Sosial.
Sebagai ekonomi yang berbasis syariat Islam tentunya memiliki beberapa prinsip yang nantinya akan menjadi rujukan bagi setiap muslim, adapun prinsip ekonomi akan dijelaskan pada Firman Allah dalam Surah al-Maidah ayat 2 berikut ini:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.[2]
           
Asbabun Nuzul: Ibnnu Jarir mengetengahkan sebuah hadits dai ikrimah yang telah bercerita: “Bahwa Hatman bin Hindun al-Bakri datang kemaadinah berserta kafilahnya yang membawa bahan makana. Kemudian ia menjual lalu ia masuk kemadinah menemui Nabisaw; setelah itu ia membaiatnya dan masuk Islam. Tatkala ia pamit untuk keluar pulang, Nabi memandangnya dari belakang kemudian beliau bersabda kepada orang-orang yang berada di sektiarnya, “ Sesungguhnya ia telah mengahadap kepadaku dengan muka yang terpampang durhaka, dan ia pamit dengan muka yang khianat.’ Tatkala al-Bakri sampai di yamamah, ia kembali murtad dari agama islam. Kemudian pada bulan zulkaidah ia keluar bersama khalifahnya dengan tujuan mekah. Tatkala para sahabat Nabi saw mendengar beritanya maka golongan sabah dari kaum muhajirin dan kaum ansor bersiap-siap keluar madinah untuk mencegat yang berada da,am kalifahnya itu. Kamudian Allah Swt menutukan ayat, hai orang-orang yang beriman janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah...(QS. Al-Maidah : 2). Kemudian para sahabat mengurungkan niatnya (demi menghormati bulan haji). Hadis serupa ini telah ditemukan pula oleh Asadiy.” Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Zaid bin Adlam yang mengatakan, “ Bahwa Rasulullah saw. besama para sahabat tatkala berada di Hudaibiyah, yatu seawaktu orang-orang musyrik dari penduduk sebelah timu jazirah arab lewat untuk tujuan melakukan umrah. Para sahabt Nabi Saw barkata, ‘Marilah kita mengahalangi mereka sebagaimana (teman-teman mereka) mereka pun menghalanngi kita.’[3] Kemudian Allah menurunkan ayat, ‘Janglah sekali-sekali mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka...”[4]
Ayat tersebut dapat dtafsirkan sebgai berikut:
Makna ’syiar-syiar Allah’ yang paling dekat dengan pikiran ketika membaca ayat ini adalah syiar-syiar haji dan umrah dengan segala sesuatu yang diharamkan atas orang yang sedang melakukan ihram haji dan umrah hingga hajinya selesai dengan menyembelih kurban yang dibawa ke Baitul Haram. Maka, semua itu tidak halal bagi orang yang sedang ihram, karena menghalalkannya pada waktu itu berarti menghina syiar Allah yang telah mensyariatkannya. Dinisbatkannya syiar-syiar ini oleh Al-Qur’an kepada Allah adalah untuk menunjukkan kegaungannya dan sebagai larangan dari menghalalkannya.
Dan yang dimaksud dengan bulan-bulan haram adalah bulan Rajab, Dzulqa’idah, Dzulhijjah, dan Muharram. Allah telah mengharamkan berperang pada bulan-bulan ini. Bangsa Arab sebelum islam pun mengharamkannya, tetapi mereka mempermainkannya sesuai kehendak hawa nafsunya.
Al-hadyu adalah binatang kurban yang dibawa oleh orang-orang yang menunaikan haji atau umrah. Dengan demikian berakhirlah syiar-syiar haji atau umrahnya. Al-hadyu adalah unta, sapi, atau kambing.
Al-qalaa’id adalah binatang-binatang ternak yang dikalungi oleh pemiliknya pada lehernya sebagai pertanda bahwa binatang tersebut telah dinazarkan untuk Allah, dan dilepaskan merumput dengan bebas hingga disembelih pada waktu dan tempat nazar.
Allah juga mengharamkan mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah untuk mencari karunia dan keridhaanNya. Mereka adalah orang-orang yang mengunjungi Baitul Haram untuk melakukan perdagangan yang halal dan mencari keridhaan Allah dengan melakukan haji atau lainnya. Allah memberikan keamanan kepada mereka di Baitul Haram-Nya. Kemudian dihalalkanlah berburu setelah habis masa ihram, di luar Baitul Haram, sedangkan berburu di Baitul Haram tetap tidak diperbolehkan. Ini adalah kawasan keamanan yang ditetapkan Allah di Baitul Haram-Nya.[5]
Pada ayat tersebut diatas, menerangkan beberapa prinsip ekonomi yaitu: Menciptakan Kesejahteraan Agama dan Sosial, Agama Islam adalah agama yang damai, untuk itu dalam aspek ekonomi dimana jika ada orang yang berniaga dan ia pernah beraniaya terhadap kita pada saat sebelumnya, Allah melarang hal aniaya tersebut. Semua ini membuktikan bahwa islam sangat mengedepankan aspek kesejahteraan dalam agama dan juga sosial.
Ekonomi Islam berfungsi sosial. Islam jika dilihat dari pribahasa adalah muamalah, perhubungan hidup yang dipertalikan oleh materi dan inilah yang dinamakan ekonomi. Muamalah Adabiyyah ialah pergaulan hidup yang dipertalikan oleh kepentingan moral, rasa kamanusiaan, dan ini yang dinamakan sosial.[6]
Berdasarkan pengertian yang luas ini, Ali Fikri mengarang bebrapa jilid buku yang berjudul Al-Muamalat. dia memandang bahwa soal ekonomi atau muamalah maddiyah sanagt sukar, tetapi memegang peranan penting sekali, karena berhubungan dengan benda dan uang yang sangat dicintai dab berkuasa dihati manusia. Ekonomi itulah sumber segala pekerjaan, pusat dari susunan alam, dan dengan ekonomi pula, manusia mencapai tingkat yang paling tinggi dari kemajuan dan kebahagian.[7]

B.  Kewajiban Bekerja
Setiap manusia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena dengan bekerja setiap manusia akan memperoleh sesuatu yang diinginkan, mengenai kewajiban bekerja telah dijelaskan melalui Firman Allah Swt surah Al-Isra’ ayat 31 berikut:
Ÿwur (#þqè=çGø)s? öNä.y»s9÷rr& spuô±yz 9,»n=øBÎ) ( ß`øtªU öNßgè%ãötR ö/ä.$­ƒÎ)ur 4 ¨bÎ) öNßgn=÷Fs% tb%Ÿ2 $\«ôÜÅz #ZŽÎ6x.  
Artinya: “dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”[8]

            Pada ayat tersebut atas menerangkan bahwa Allah melarang kepada kita untuk membunuh anak keterunan kita, dikarenakan takut akan kemiskinan. Allah Swt menjamin rezeki setiap hambanya, setiap manusia dan semua mkhluk Allah yang lahir ke Dunia telah di pesiapkan rezkinya. Namun demikian, rezki didapat melalui ikhtiar (usaha), Allah memerintahkan kepada manusia untuk bekerja jika mereka ingin memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan akan makanan dan minuman, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Jumuah ayat 10:
#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ  
Artinya: “apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
            Ayat ini memerintahkan kepada kita untuk mencari rezeki dari Allah yang telah Allah persiapkan kepada kita diseluruh permukaan bumi, dengan demikian bekerja adalah jalan yang utama dalam mendapatkan rezeki tersebut. Anak, isteri dan keluarga telah Allah jamin akan rezekinya namun rezeki adalah suatu takdir yang harus digali dan dicari untuk mendapatkanya, jika berusaha maka pasti akan mendapatkan, membuhuh merupakan dosa besar dan bukanlah jalan keluar dari menghindari kemiskinan.

Kemudian Firman Allah Swt surah al-Najm ayat 39 berikut:
br&ur }§øŠ©9 Ç`»|¡SM~Ï9 žwÎ) $tB 4Ótëy ÇÌÒÈ  
Artinya: “dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”.[9]
Mengenai ayat diatas seorang shahabat Nabi, Ahli tafsir yang utama, yang pernah didoakan secara khusus oleh Nabi agar pandai menakwilkan al Qur’an[10]. yakni  Ibnu Abbas Berkata : “Ayat tersebut telah dinasakh (dibatalkan) hukumnya dalam syariat kita dengan firman Allah:
tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä öNåk÷Jyèt7¨?$#ur NåkçJ­ƒÍhèŒ ?`»yJƒÎ*Î/ $uZø)ptø:r& öNÍkÍ5 öNåktJ­ƒÍhèŒ !$tBur Nßg»oY÷Gs9r& ô`ÏiB OÎgÎ=uHxå `ÏiB &äóÓx« 4 @ä. ¤ÍöD$# $oÿÏ3 |=|¡x. ×ûüÏdu ÇËÊÈ  
Artinya: “dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.”[11]
Tafsir Khazin:   
قال ابن عباس هذا منسوخ الحكم في هذه الشريعة بقوله تعالى: أَلْحَقْنا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ .وقيل كان ذلك لقوم إبراهيم وموسى فأما هذه الأمة فلها ما سعوا وما سعى لهم غيرهم.
Artinya: Berkata Ibnu Abbas : (ayat) ini mansukh hukumnya dalam syariat agama ini, yakni dinasakh dengan firman Allah ta’ala ‘kami hubungkan anak cucu mereka itu dengan mereka’.  Dan dikatakan juga, ini berlaku untuk umat Ibrahim dan Musa, adapun untuk umat ini, baginya yang mereka usahakan dan yang diusahakan oleh orang lain.[12]
Ayat-ayat diatas menerangkan bahwa, manusia tidaklah mendapatkan apa-apa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya kecuali apa yang diusahakan, jika seseorang berada dalam keadaan yang terpuruk dan miskin, kehidupannya tidak akan pernah berubah jika ia tidak berusaha untuk merubahnya sendiri.
Selanjutnya akan diterangkan dalam surah al-Mudatsir ayat 38 berikut:
@ä. ¤§øÿtR $yJÎ/ ôMt6|¡x. îpoYÏdu ÇÌÑÈ  
Artinya : “tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”.[13]
Ayat ini merangkan bahwa, manusia akan diminta pertagungjawabanya akan harta, anak, dan jabatanya. Jika kita renungkan, semua yang kita harta miliki hanya titipan dari Allah Swt, agar kita bisa memanfaatkanya dan mengelolanya, suatu saat nanti Allah yang maha memiliki akan mengambil apa yang dititipkan kepada kita dan memnita laporan pertanggung jawaban terhadap titipan harta itu.
C.       Ayat mengakaui Kepemilikan Individu
Firman Allah Swt, dalam suroh ayat 31-32:
* ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä (#räè{ ö/ä3tGt^ƒÎ yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uŽõ°$#ur Ÿwur (#þqèùÎŽô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä tûüÏùÎŽô£ßJø9$# ÇÌÊÈ   ö@è% ô`tB tP§ym spoYƒÎ «!$# ûÓÉL©9$# ylt÷zr& ¾ÍnÏŠ$t7ÏèÏ9 ÏM»t6Íh©Ü9$#ur z`ÏB É-øÌh9$# 4 ö@è% }Ïd tûïÏ%©#Ï9 (#qãZtB#uä Îû Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# Zp|ÁÏ9%s{ tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# 3 y7Ï9ºxx. ã@Å_ÁxÿçR ÏM»tƒFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqçHs>ôètƒ ÇÌËÈ  
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.”[14]
Dalam ayat menerangkan bahwa islam mengakui adanya kepemilikan, dimana Allah telah menyediakan makanan, minuman dan perhiasan didalam bumi Allah swt dan akan menjadi milik orang-orang yang mendapatkan dan menggalinya. Perhiasan-perhiasan dari Allah dan makanan yang baik itu dapat dinikmati di dunia ini oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman, sedang di akhirat nanti adalah semata-mata untuk orang-orang yang beriman saja.
Pengakuan akan kepemilikan dalam Islam memiliki bebrap konsep yaitu:[15] kepemilikan adalah suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disyahkan syariah. Menurut hukum dasar yang nammanya harta, syah dimilki kecuali harta-harta yang telah disiapkan untuk kepentingan umum. Sebab-sebab kepemilikan dalam fiqh Islam terjadi karena:[16]
1.      Menjaga Hukum
2.      Transaksi Pemindahan Hak
3.      Pergantian Posisi Pemilikan










BAB III
KESIMPULAN


Prinsip Dasar Ekonomi dalam al-Qur’an adalah harta merupakan nikmat dan titipan dari Allah, prinsip dasar ekonomi juga menjaga kemaslahatan agama dan menjaga hubungan antar manusia atau sosial. Kemudian wajib bagi orang-orang mukmin untuk bekerja mencari rezeki dari Allah karena Allah telah mempersiapkan untuk setiap makhluk-Nya, membunuh anak atau keluarga takut akan kemiskinan tidaklah dibenarkan syariah karena itu adalah dosa besar. Islam mengakui adanya kepemilikan dengan beberapa sebab yaitu: Menjaga Hukum, Transaksi Pemindahan Hak dan Pergantian Posisi Pemilikan.



















DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Zakky Al-Kaff. Ekonomi Dalam Prespektif Islam, (Jakarta: CV. Pustaka Setia, 2002). Hlm.11
QS. Al-Maidah (5) : 2
Jalaluddin aS-Suyuthi. Asbabun Nuzul: sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an.Diterjemahkan oleh Tim Abdul Haayi. Cet. I (Jakarta: Gema Insani, 2008).
Shihab, M. Quraish,. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. (Volume 5. Jakarta: Lentera Hati. 2002).
Al-Bayan dalam http://ad-dai.blogspot.com/2010/06/surah-najm.html/ akses 02/11/2012
Tafsir Khazim (4/213), dalam http://ad-dai.blogspot.com/2010/06/surah-najm.html/ akses 02/11/2012
Sayyid Syekh, Teori Ekonomi Islam Prespektif Mikro dan Makro. Jurnal dan Diktat amata kuliyah Jurusan Ekonomi Islam Pasca Sarjana IAIN STS Jambi 2012.
Depatemen Agama RI, 2000. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV. Toha Putra.



[1] Abdullah Zakky Al-Kaff. Ekonomi Dalam Prespektif Islam, (Jakarta: CV. Pustaka Setia, 2002). Hlm.11
[2] QS. Al-Maidah (5) : 2
[3] Jalaluddin aS-Suyuthi. Asbabun Nuzul: sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an. Diterjemahkan oleh Tim Abdul Haayi. Cet. I (Jakarta: Gema Insani, 2008). Hlm. 212
[4] ibid
[5] Shihab, M. Quraish,. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. (Volume 5. Jakarta: Lentera Hati. 2002). Hal. 202.
[6] Muhammad Zakky Al-Kaff, Ekonomi Dalam Prespektif Islam. Hlm 16
[7] Ibid
[8] Q.S al-Isra’ (17) : 31
[9] Q.S. An-Najm (53) ; 39
[10] Al-Bayan dalam http://ad-dai.blogspot.com/2010/06/surah-najm.html/ akses 02/11/2012
[11] Q.S. at-Thur (52) ; 21
[12] Tafsir Khazim (4/213), dalam http://ad-dai.blogspot.com/2010/06/surah-najm.html/ akses 02/11/2012
[13] Q.S. al-Mudatsir  (74) : 38
[14] Q.S. al-A’raf (7) : 31-32
[15] Sayyid Syekh, Teori Ekonomi Islam Prespektif Mikro dan Makro. Jurnal dan Diktat amata kuliyah Jurusan Ekonomi Islam Pasca Sarjana IAIN STS Jambi 2012. Hlm. 29
[16] Ibid. Hlm 33