AYAT-AYAT
EKONOMO
(DASAR
EKONOMI ISLAM)
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Sejak Manusia dilahirkan dan
bergaul, tumbuhlah suatu masalah yang harus dipecahkan bersama-sama, yaitu
setiap manusia memenuhi kebutuhan hidup mereka masing-masing? Karena kebutuhan
hidup seseorang tidak mengkin dapat dipenuhi oleh dirinya sendiri. Makin luas
pergaulan mereka bertambah kuatlah ketergantungan antara satu sama lain untuk
memnuhi kebutuhan itu.[1]
Kebutuhan
hidup membuat manusia disebut sebagai pelaku ekonomi, berkembang manusia menjadi
banyak populasi dan tersebar di berbagai belahan dunia membuat ekonomi semakin
berkembang. Teori tentang bagaimana cara manusia memenuhi kebutuhan hidupnya
menjadi suatu disiplin ilmu, kemudian ilmu berkembang dari paham-paham pakar
ekonomi terdahulu seperti kapitalis, komunis, dan sosialis, namun teori-teori dari beberapa aliran ini
memiliki banyak kekurangan untuk diterpakan dalam perekenomian manusia.
Turunya
agama Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad Saw, agama tauhid dari Allah Swt
yang mengatur segal aspek kehidupan manusia, termasuk aspek ekonomi. Seiring
dengan lahirnya agama Islam, maka lahirlah teori ekonomi baru yang langsung
dipraktekan oleh Rasulullah Saw yaitu Ekonomi Islam, ekonomi yang berbasis pada
prinsip ketuhanan. Hingga saat ini agama islam berkembang dan memiliki banyak
penganut yang disebut sebagai kaum muslimin.
Hadirnya ekomi islam bagi kaum
mulsimin merupakan anugerah yang sangat besar dari Allah Swt, dimana selama ini
ummat manusia menganut aliran ekonomi yang tidak adil seperti aliran kapitalis.
Namun demikian haingga saat ini aliran kapitalis masih di terpakan
dibeberapa negara di Dunia, demikian aliran ekonomi soialis. Bagi kaum
muslimin penting bagi kita untuk membedakan mana yang syariah dan mana yang
konvesional dalam ekonomi, untuk itu kita harus berpegangan pada prinsip dasar
ekonomi Islam yaitu berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits yang merupakan kitab
sucinya kaum muslimin. Ada beberpa ayat dari al-Qur’an mengenai prinsip-prinsip
dasar ekonomi, tidak hanya prinsip dasar ekonomi Islam aspek ekonomi lain
seperti menciptakan kesejahteraan agama dan sosialis, kewajiban manusia bekerja
dan mengakui kepemilikan individual. Semua ayat-ayat mengenai aspek tersebut
akan di bahas dalam makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
keterangan al-Qur’an Surah AL-Miadah (5) ayat 2 yang Merangkan tentang
Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi, menciptakan kesejahteraan agama dan sosial?
2.
Bagaimana
ayat-ayat Al-Qur’an menerangkan kewajiban manusia bekerja, menghindari
pengangguran, dan mengakui kepemilikan pribadi?
C.
Manfaat
Penulisan
Diharapkan penulisan makalah ini
bermanfaat untuk lebih memahami dan mengerti ayat-ayat Al-Qur’an dalam aspek
ekonomi, sehingga bisa diterapakan dan disosialisasikan dimasyarakat. Disamping
penulisan makalah diharapkan dapat memenuhi tugas perkuliahan prespektif
Al-Qur’an dan Hadits tentang ekonomi.
BAB II
PEMABAHASAN
A. Ayat Tentang
Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi, Menciptakan Kesejahteraan Agama dan Sosial.
Sebagai ekonomi yang berbasis
syariat Islam tentunya memiliki beberapa prinsip yang nantinya akan menjadi
rujukan bagi setiap muslim, adapun prinsip ekonomi akan dijelaskan pada Firman
Allah dalam Surah al-Maidah ayat 2 berikut ini:
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan
bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan
binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya
dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan
janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada
mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.[2]
Asbabun
Nuzul: Ibnnu Jarir mengetengahkan sebuah hadits dai ikrimah yang telah bercerita:
“Bahwa Hatman bin Hindun al-Bakri datang kemaadinah berserta kafilahnya yang
membawa bahan makana. Kemudian ia menjual lalu ia masuk kemadinah menemui
Nabisaw; setelah itu ia membaiatnya dan masuk Islam. Tatkala ia pamit untuk
keluar pulang, Nabi memandangnya dari belakang kemudian beliau bersabda kepada
orang-orang yang berada di sektiarnya, “ Sesungguhnya ia telah mengahadap
kepadaku dengan muka yang terpampang durhaka, dan ia pamit dengan muka yang
khianat.’ Tatkala al-Bakri sampai di yamamah, ia kembali murtad dari agama
islam. Kemudian pada bulan zulkaidah ia keluar bersama khalifahnya dengan
tujuan mekah. Tatkala para sahabat Nabi saw mendengar beritanya maka golongan
sabah dari kaum muhajirin dan kaum ansor bersiap-siap keluar madinah untuk
mencegat yang berada da,am kalifahnya itu. Kamudian Allah Swt menutukan ayat,
hai orang-orang yang beriman janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah...(QS.
Al-Maidah : 2). Kemudian para sahabat mengurungkan niatnya (demi menghormati
bulan haji). Hadis serupa ini telah ditemukan pula oleh Asadiy.” Ibnu Abu Hatim
mengetengahkan dari Zaid bin Adlam yang mengatakan, “ Bahwa Rasulullah saw.
besama para sahabat tatkala berada di Hudaibiyah, yatu seawaktu orang-orang
musyrik dari penduduk sebelah timu jazirah arab lewat untuk tujuan melakukan
umrah. Para sahabt Nabi Saw barkata, ‘Marilah kita mengahalangi mereka
sebagaimana (teman-teman mereka) mereka pun menghalanngi kita.’[3]
Kemudian Allah menurunkan ayat, ‘Janglah sekali-sekali mendorongmu berbuat
aniaya kepada mereka...”[4]
Ayat
tersebut dapat dtafsirkan sebgai berikut:
Makna ’syiar-syiar Allah’ yang paling dekat dengan pikiran ketika membaca
ayat ini adalah syiar-syiar haji dan umrah dengan segala sesuatu yang
diharamkan atas orang yang sedang melakukan ihram haji dan umrah hingga hajinya
selesai dengan menyembelih kurban yang dibawa ke Baitul Haram. Maka, semua itu
tidak halal bagi orang yang sedang ihram, karena menghalalkannya pada waktu itu
berarti menghina syiar Allah yang telah mensyariatkannya. Dinisbatkannya
syiar-syiar ini oleh Al-Qur’an kepada Allah adalah untuk menunjukkan
kegaungannya dan sebagai larangan dari menghalalkannya.
Dan yang dimaksud dengan bulan-bulan haram adalah bulan Rajab, Dzulqa’idah,
Dzulhijjah, dan Muharram. Allah telah mengharamkan berperang pada bulan-bulan
ini. Bangsa Arab sebelum islam pun mengharamkannya, tetapi mereka
mempermainkannya sesuai kehendak hawa nafsunya.
Al-hadyu adalah binatang kurban yang dibawa oleh orang-orang yang
menunaikan haji atau umrah. Dengan demikian berakhirlah syiar-syiar haji atau
umrahnya. Al-hadyu adalah unta, sapi, atau kambing.
Al-qalaa’id adalah binatang-binatang ternak yang dikalungi oleh pemiliknya
pada lehernya sebagai pertanda bahwa binatang tersebut telah dinazarkan untuk
Allah, dan dilepaskan merumput dengan bebas hingga disembelih pada waktu dan
tempat nazar.
Allah juga
mengharamkan mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah untuk mencari
karunia dan keridhaanNya. Mereka adalah orang-orang yang mengunjungi Baitul
Haram untuk melakukan perdagangan yang halal dan mencari keridhaan Allah dengan
melakukan haji atau lainnya. Allah memberikan keamanan kepada mereka di Baitul
Haram-Nya. Kemudian dihalalkanlah berburu setelah habis masa ihram, di luar
Baitul Haram, sedangkan berburu di Baitul Haram tetap tidak diperbolehkan. Ini
adalah kawasan keamanan yang ditetapkan Allah di Baitul Haram-Nya.[5]
Pada ayat tersebut diatas,
menerangkan beberapa prinsip ekonomi yaitu: Menciptakan Kesejahteraan Agama dan
Sosial, Agama Islam adalah agama yang damai, untuk itu dalam aspek ekonomi
dimana jika ada orang yang berniaga dan ia pernah beraniaya terhadap kita pada
saat sebelumnya, Allah melarang hal aniaya tersebut. Semua ini membuktikan
bahwa islam sangat mengedepankan aspek kesejahteraan dalam agama dan juga
sosial.
Ekonomi Islam berfungsi sosial.
Islam jika dilihat dari pribahasa adalah muamalah, perhubungan hidup
yang dipertalikan oleh materi dan inilah yang dinamakan ekonomi. Muamalah
Adabiyyah ialah pergaulan hidup yang dipertalikan oleh kepentingan moral,
rasa kamanusiaan, dan ini yang dinamakan sosial.[6]
Berdasarkan pengertian yang luas
ini, Ali Fikri mengarang bebrapa jilid buku yang berjudul Al-Muamalat.
dia memandang bahwa soal ekonomi atau muamalah maddiyah sanagt sukar, tetapi
memegang peranan penting sekali, karena berhubungan dengan benda dan uang yang
sangat dicintai dab berkuasa dihati manusia. Ekonomi itulah sumber segala
pekerjaan, pusat dari susunan alam, dan dengan ekonomi pula, manusia mencapai
tingkat yang paling tinggi dari kemajuan dan kebahagian.[7]
B. Kewajiban Bekerja
Setiap manusia harus
bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena dengan bekerja setiap manusia
akan memperoleh sesuatu yang diinginkan, mengenai kewajiban bekerja telah
dijelaskan melalui Firman Allah Swt surah Al-Isra’ ayat 31 berikut:
wur (#þqè=çGø)s? öNä.y»s9÷rr& spuô±yz 9,»n=øBÎ) ( ß`øtªU öNßgè%ãötR ö/ä.$Î)ur 4 ¨bÎ) öNßgn=÷Fs% tb%2 $\«ôÜÅz #ZÎ6x.
Artinya: “dan janganlah kamu
membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki
kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa
yang besar.”[8]
Pada ayat tersebut atas menerangkan bahwa Allah melarang
kepada kita untuk membunuh anak keterunan kita, dikarenakan takut akan
kemiskinan. Allah Swt menjamin rezeki setiap hambanya, setiap manusia dan semua
mkhluk Allah yang lahir ke Dunia telah di pesiapkan rezkinya. Namun demikian,
rezki didapat melalui ikhtiar (usaha), Allah memerintahkan kepada manusia untuk
bekerja jika mereka ingin memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan akan
makanan dan minuman, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Jumuah ayat 10:
#sÎ*sù ÏMuÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãϱtFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.ø$#ur ©!$# #ZÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ
Artinya: “apabila telah
ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
Ayat ini memerintahkan kepada kita
untuk mencari rezeki dari Allah yang telah Allah persiapkan kepada kita
diseluruh permukaan bumi, dengan demikian bekerja adalah jalan yang utama dalam
mendapatkan rezeki tersebut. Anak, isteri dan keluarga telah Allah jamin akan
rezekinya namun rezeki adalah suatu takdir yang harus digali dan dicari untuk
mendapatkanya, jika berusaha maka pasti akan mendapatkan, membuhuh merupakan
dosa besar dan bukanlah jalan keluar dari menghindari kemiskinan.
Kemudian Firman Allah
Swt surah al-Najm ayat 39 berikut:
br&ur }§ø©9 Ç`»|¡SM~Ï9 wÎ) $tB 4Ótëy ÇÌÒÈ
Artinya: “dan bahwasanya seorang
manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”.[9]
Mengenai
ayat diatas seorang shahabat Nabi, Ahli tafsir yang utama, yang pernah didoakan
secara khusus oleh Nabi agar pandai menakwilkan al Qur’an[10]. yakni Ibnu Abbas Berkata : “Ayat tersebut
telah dinasakh (dibatalkan) hukumnya dalam syariat kita dengan firman
Allah:
tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä öNåk÷Jyèt7¨?$#ur NåkçJÍhè ?`»yJÎ*Î/ $uZø)ptø:r& öNÍkÍ5 öNåktJÍhè !$tBur Nßg»oY÷Gs9r& ô`ÏiB OÎgÎ=uHxå `ÏiB &äóÓx« 4 @ä. ¤ÍöD$# $oÿÏ3 |=|¡x. ×ûüÏdu ÇËÊÈ
Artinya: “dan orang-oranng yang
beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami
hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun
dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang
dikerjakannya.”[11]
Tafsir Khazin:
قال ابن عباس هذا منسوخ الحكم في هذه الشريعة بقوله تعالى: أَلْحَقْنا بِهِمْ
ذُرِّيَّتَهُمْ .وقيل كان ذلك لقوم إبراهيم وموسى فأما هذه الأمة فلها ما سعوا وما سعى لهم
غيرهم.
Artinya: Berkata Ibnu
Abbas : (ayat) ini mansukh hukumnya dalam syariat agama ini, yakni dinasakh
dengan firman Allah ta’ala ‘kami hubungkan anak cucu mereka itu dengan
mereka’. Dan dikatakan juga, ini berlaku untuk umat Ibrahim dan Musa,
adapun untuk umat ini, baginya yang mereka usahakan dan yang diusahakan oleh
orang lain.[12]
Ayat-ayat diatas
menerangkan bahwa, manusia tidaklah mendapatkan apa-apa dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya kecuali apa yang diusahakan, jika seseorang berada dalam
keadaan yang terpuruk dan miskin, kehidupannya tidak akan pernah berubah jika
ia tidak berusaha untuk merubahnya sendiri.
Selanjutnya akan diterangkan dalam
surah al-Mudatsir ayat 38 berikut:
@ä. ¤§øÿtR $yJÎ/ ôMt6|¡x. îpoYÏdu ÇÌÑÈ
Artinya : “tiap-tiap
diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”.[13]
Ayat ini merangkan bahwa, manusia akan diminta pertagungjawabanya akan
harta, anak, dan jabatanya. Jika kita renungkan, semua yang kita harta miliki
hanya titipan dari Allah Swt, agar kita bisa memanfaatkanya dan mengelolanya,
suatu saat nanti Allah yang maha memiliki akan mengambil apa yang dititipkan
kepada kita dan memnita laporan pertanggung jawaban terhadap titipan harta itu.
C. Ayat mengakaui Kepemilikan Individu
Firman
Allah Swt, dalam suroh ayat 31-32:
* ûÓÍ_t6»t tPy#uä (#räè{ ö/ä3tGt^Î yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uõ°$#ur wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä tûüÏùÎô£ßJø9$# ÇÌÊÈ ö@è% ô`tB tP§ym spoYÎ «!$# ûÓÉL©9$# ylt÷zr& ¾ÍnÏ$t7ÏèÏ9 ÏM»t6Íh©Ü9$#ur z`ÏB É-øÌh9$# 4 ö@è% }Ïd tûïÏ%©#Ï9 (#qãZtB#uä Îû Ío4quysø9$# $u÷R9$# Zp|ÁÏ9%s{ tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# 3 y7Ï9ºxx. ã@Å_ÁxÿçR ÏM»tFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqçHs>ôèt ÇÌËÈ
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang
indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari
Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu
(disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk
mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu
bagi orang-orang yang mengetahui.”[14]
Dalam ayat menerangkan bahwa islam mengakui adanya kepemilikan,
dimana Allah telah menyediakan makanan, minuman dan perhiasan didalam bumi
Allah swt dan akan menjadi milik orang-orang yang mendapatkan dan menggalinya. Perhiasan-perhiasan
dari Allah dan makanan yang baik itu dapat dinikmati di dunia ini oleh
orang-orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman, sedang di akhirat
nanti adalah semata-mata untuk orang-orang yang beriman saja.
Pengakuan akan kepemilikan dalam Islam memiliki bebrap konsep
yaitu:[15] kepemilikan
adalah suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disyahkan syariah. Menurut
hukum dasar yang nammanya harta, syah dimilki kecuali harta-harta yang telah
disiapkan untuk kepentingan umum. Sebab-sebab kepemilikan dalam fiqh Islam
terjadi karena:[16]
1.
Menjaga
Hukum
2.
Transaksi
Pemindahan Hak
3.
Pergantian
Posisi Pemilikan
BAB III
KESIMPULAN
Prinsip
Dasar Ekonomi dalam al-Qur’an adalah harta merupakan nikmat dan titipan dari
Allah, prinsip dasar ekonomi juga menjaga kemaslahatan agama dan menjaga
hubungan antar manusia atau sosial. Kemudian wajib bagi orang-orang mukmin untuk
bekerja mencari rezeki dari Allah karena Allah telah mempersiapkan untuk setiap
makhluk-Nya, membunuh anak atau keluarga takut akan kemiskinan tidaklah
dibenarkan syariah karena itu adalah dosa besar. Islam mengakui adanya
kepemilikan dengan beberapa sebab yaitu: Menjaga Hukum, Transaksi Pemindahan
Hak dan Pergantian Posisi Pemilikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah
Zakky Al-Kaff. Ekonomi Dalam Prespektif Islam, (Jakarta: CV. Pustaka Setia,
2002). Hlm.11
QS.
Al-Maidah (5) : 2
Jalaluddin
aS-Suyuthi. Asbabun Nuzul: sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an.Diterjemahkan
oleh Tim Abdul Haayi. Cet. I (Jakarta: Gema Insani, 2008).
Shihab, M. Quraish,. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan
dan Keserasian Al-Qur’an. (Volume 5. Jakarta: Lentera Hati. 2002).
Al-Bayan
dalam http://ad-dai.blogspot.com/2010/06/surah-najm.html/ akses 02/11/2012
Tafsir
Khazim (4/213), dalam http://ad-dai.blogspot.com/2010/06/surah-najm.html/ akses
02/11/2012
Sayyid
Syekh, Teori Ekonomi Islam Prespektif Mikro dan Makro. Jurnal dan Diktat amata
kuliyah Jurusan Ekonomi Islam Pasca Sarjana IAIN STS Jambi 2012.
Depatemen
Agama RI, 2000. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: CV. Toha Putra.
[1]
Abdullah Zakky Al-Kaff. Ekonomi Dalam Prespektif Islam, (Jakarta: CV. Pustaka
Setia, 2002). Hlm.11
[2]
QS. Al-Maidah (5) : 2
[3]
Jalaluddin aS-Suyuthi. Asbabun Nuzul: sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an. Diterjemahkan
oleh Tim Abdul Haayi. Cet. I (Jakarta: Gema Insani, 2008). Hlm. 212
[4]
ibid
[5]
Shihab, M. Quraish,. Tafsir
Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. (Volume 5. Jakarta:
Lentera Hati. 2002). Hal. 202.
[6]
Muhammad Zakky Al-Kaff, Ekonomi Dalam Prespektif Islam. Hlm 16
[7]
Ibid
[8] Q.S
al-Isra’ (17) : 31
[9]
Q.S. An-Najm (53) ; 39
[10]
Al-Bayan dalam http://ad-dai.blogspot.com/2010/06/surah-najm.html/ akses
02/11/2012
[11]
Q.S. at-Thur (52) ; 21
[12]
Tafsir Khazim (4/213), dalam http://ad-dai.blogspot.com/2010/06/surah-najm.html/
akses 02/11/2012
[13]
Q.S. al-Mudatsir (74) : 38
[14]
Q.S. al-A’raf (7) : 31-32
[15]
Sayyid Syekh, Teori Ekonomi Islam Prespektif Mikro dan Makro. Jurnal dan Diktat
amata kuliyah Jurusan Ekonomi Islam Pasca Sarjana IAIN STS Jambi 2012. Hlm. 29
[16]
Ibid. Hlm 33